A.
Pendahuluan
Tiap keluarga akan senantiasa
menghadapi berbagai masalah, tetapi kemampuan untuk mengatasinya tidak terlalu
memadai. Karena itu harus ada usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan keluarga
atau anggota keluarga dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam
keluarga itu sendiri maupun dari luar.
Usaha itu harus dimulai oleh
keluarga itu sendiri atau oleh seorang
ahli yang dapat membantu mengatasi persoalan keluarga bila masalah
keluarga itu memerlukan orang lain untuk membantu penyelesaian konflik dalam
keluarga
Kita menyadari bahwa bahtera
perkawinan tidak selamanya dapat mengarungi samudera dengan tenang dan lancar.
Setelah keluarga terbentuk, berbagaimasalah dapat timbul dalam keluarga yang
pada gilirannya akan menjadi benih yang mengancam kehidupan perkawinan dan berakibat
keretakan atauperceraian. Sebelum hal ini terjadi di keluarga atau angota
keluarga hendaklah berusaha untuk mencegahnya dengan memperbaiki hubungan dalam
keluarga dan kadang-kadang memerlukan campur tangan orang luar dalam usaha
membantu keluarga itu untuk mengatasi situasi konflik tersebut.
Tujuan pengetahuan ini bagi
mahasiswa adalah untuk:
1. Memperoleh wawasan tentang tekhnik-tekhnik
Bimbingan dan Konseling Keluarga.
2. Memahami tekhnik-tekhnik dalam
Bimbingan dan Konseling Keluarga.
3. Dapat melaksanakan konseling keluarga
bedasarkan tekhnik-tekhnik yang telah dipelajari.
B.
Pengertian Konseling Keluarga
Konseling adalah bantuan
yang diberikan oleh seseorang pembimbing (konselor) kepada seseorang konseli
atau sekelompok konseli (klien, terbimbing, seseorang yang memiliki problem)
untuk mengatasi problemnya dengan jalan wawancara dengan maksud agar klien atau
sekelompok klien tersebut mengerti lebih jelas tentang problemnya sendiri dan
memecahkan problemnya sendiri sesuai dengan kemampuannya dengan mempelajari
saran-saran yang diterima dari Konselor.
Sedangkan arti dari
keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah
tangga.
Konseling keluarga pada dasarnya
merupakan penerapan konseling pada situasi yang khusus. Konseling keluarga ini
secara memfokuskan pada masalah-masalah berhubungan dengan situasi keluarga dan
penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga. Menurut D. Stanton konseling
keluarga dapat dikatakan sebagai konselor terutama konselor non keluarga, yaitu
konseling keluarga sebagai (1) sebuah modalitas yaitu klien adalah anggota dari
suatu kelompok, yang (2) dalam proses konseling melibatkan keluarga inti atau
pasangan ( Capuzzi, 1991 )
Konseling keluarga memandang
keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak
mungkin dipisahkan dari anak (klien) baik dalam melihat permasalahannya maupun
penyelesaiannya. Sebagai suatu system, permasalahan yang dialami seorang
anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang
lain. Pada mulanya konseling keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak
agar dapat beradaptasi lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui
perbaikan lingkungan keluarganya (Brammer dan Shostrom,1982). Yang menjadi
klien adalah orang yang memiliki masalah pertumbuhan di dalam keluarga.
Sedangkan masalah yang dihadapi adalah menetapkan apa kebutuhan dia dan apa
yang akan dikerjakan agar tetap survive di dalam sistem keluarganya.
Pada masa lalu, menurut Moursund
(1990), konseling keluarga terfokus pada salah satu atau dua hal, yaitu
(1)
keluarga terfokus pada anak yang mengalami bantuan
yang berat seperti gangguan
perkembangan
dan skizofrenia, yang menunjukan jelas-jelas mengalami gangguan.
(2)
keluarga yang salah satu atau kedua
orang tua tidak memiliki kemampuan, menelantarkan
anggota keluarganya, salah dalam member
kelola anggota keluarga, dan biasanya memiliki
sebagian masalah.
Konseling keluarga dalam beberapa
hal memiliki keuntungan. Namun demikian konseling keluarga juga memiliki
beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, dan perlu dipertimbangkan oleh konselor
jika bermaksud melakukannya. Hambatan yang dimaksud di antarannya:
1.
Tidak semua anggota keluarga bersedia
terlibat dalam proses konseling karena mereka
menganggap
tidak berkepentingan dengan
usaha ini, atau karena alasan kesibukan, dan sebagainya; dan
2.
Ada anggota keluarga yang merasa kasulitan
untuk menyampaikan perasaan dan sikapnya
secara terbuka dihadapan
anggota keluarga lain, padahal konseling membutuhkan
keterbukaan ini dan saling
percayaan satu sama lain.
C.
Syarat-Syarat Konseling keluarga
1.
Pendekatan
Konseling Keluarga
Untuk memahami mengapa suatu keluarga
bermasalah dan bagaimana cara mengatasi masalah-masalah keluarga tersebut,
berikut akan dideskripsikan secara singkat beberapa pendekatan konseling
keluarga. Tiga pendekatan konseling keluarga yang akan diuraikan berikut ini,
yaitu pendekatan system, conjoint, dan struktural.
1.Pendekatan Sistem Keluarga
Murray Bowen merupakan peletek dasar konseling keluarga pendekatan
sistem. Menurutnya
anggota keluarga itu bermasalah jika
keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family).
Keadaan ini terjadi karena anggota
keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur
dalam hubungan mereka.
Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat
kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu
dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas.
Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem keluarga yang
emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan
(gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia
harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan demikian dia harus membuat
pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya.
2.Pendekatan Conjoint
Sedangkan menurut Sarti (1967) masalah yang
dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan
harga diri (self-esteem) dan
komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan
komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadijika self-esteem yang dibentuk
oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu
juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi
bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan
mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain.
3.Pendekatan
Struktural
Minuchin (1974) beranggapan bahwa
masalah keluarga sering terjadi karena struktur kaluarga dan pola
transaksi yang dibangunn tidak tepat.
Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara
subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas.
Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan
menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu,
jika dijumpai keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang
baru yang lebih sesuai.
Berbagai pandangan para ahli tentang keluarga akan memperkaya pemahaman
konselor untuk melihat masalah apa yang sedang terjadi, apakah soal struktur,
pola komunikasi, atau batasan yang ada di keluarga, dan sebagainya. Berangkat
dari analisis terhadap masalah yang dialami oleh keluarga itu konselor dapat
menetapkan strategi yang tepat untuk mambantu keluarga.
2.Tahapan Konselor
Keluarga
Tahapan konseling keluarga secara garis besar
dikemukakan oleh Crane (1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling
keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem,
Crane menggunakan pendekatan behavioral, yang disebutkan terhadap empat tahap
secara berturut-turut sebagai berikut.
1.
Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk
perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat
dilakukan dengan kombinasi
tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.
2.
Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan
atau telah dijelaskan materinya, konselor menunjukan kepada orang tua bagaimana
cara mengajarkan kepada anak, sedangkan orang tua melihat bagaimana
melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal inidikerjakan.
Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukan bagaimana
mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukan kepada
orang tua yang kesulitan dalam memahami dan menetapkan cara yang tepat dalam
memperlakukan anaknya.
3.
Selanjutnya orang tua mencoba
mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari menggunakan
situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat member koreksi ika dibutuhkan.
4.
Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua
cara menangani anak secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi,
orang tua mencoba menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat
melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Permasalahan dan
pertanyaan yang dihadapi orang tua dapat ditanyakan pada saat ini. Jika masih
diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat memberikan contoh lanjutan di
rumah dan observasi orang tua, selanjutnya orang tua mencoba sampai mereka
merasa dapat menangani kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan
masalah anaknya.
3.Peran Konselor
Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan
perkawinan dikemukakan oleh Satir (Cottone, 1992) di antaranya sebagai berikut.
1. Konselor
berperan sebagai “facilitative a comfortable”, membantu klien melihat secara
jelas
dan objektif dirinya dan
tindakan-tindakannya sendiri.
2.
Konselor menggunakan perlakuan atau treatment
melalui setting peran interaksi.
3.
Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan
keluarga.
4.
Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa
dan untuk bertanggung jawab dan malakukan self-control.
5.
Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau
kesenjangan komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien
atau anggota keluarga.
6.
Konselor menolak perbuatan penilaian dan
pembantu menjadi congruence dalam respon-respon anggota keluarga.
5.
Proses Konseling Keluarga
Proses konseling
keluarga biasanya merupakan lanjutan dari konsultasi dokter-pasien dandilakukan
bila diyakini pasien atau keluarganya perlu memutuskan atau memilih tindakan
untuk penyembuhan atau penanganan
penyakit pasien.
Langkah-langkanya
terdiri dari attending,exploring, understanding dan action.
Secara rinci, rangkaian langkahnya adalah:
1.Membuat
pasien/keluarga merasa nyaman
2.Menanyakan
dan menilai kebutuhan pasien/keluarg
3.Menguraikan
masalah atau kebutuhan pasien/keluarga
sehingga mereka dapatmemahaminya dengan baik,
termasuk untung dan ruginya beberapa pilihan
yangditawarkan
4.Membantu
pasien/keluarga memutuskan apa yang akan diambil
5.Membantu
meningkatkan pemahaman pasien/keluargamya
mengenai hal yang perludilakukan oleh pasien/keluarganya sesuai dengan
keputusan yang telah diambilnya
6.Menjelaskan
kapan pasien harus kembali untuk kunjungan ulang atau
merujuk ke fasilitaslainnya bila diperlukan.Konseling keluarga perlu dilakukan
karena dukungan dan peran dari orang terdekat pasien sangatdibutuhkan untuk
kesembuhan pasien. Konseling keluarga
bertujuan untuk membagi peran
didalam anggota keluarga agar dapat membantu proses pertumbuhan
dari pasien tersebut.Contohnya: istri
membantu pasien untuk mandi
dan memberikan makan serta memberikanmotivasi kepada pasien untuk
cepat sembuh.
D.
Persamaan dan perbedaan konseling keluarga dan konseling individu
1.
Persamaan
individual digunakan untuk merespons
lingkungannya. Piaget membagi konsep-konsep
perkembangan mental menjadi
tiga bagian yaitu;
a.
schemata (kerangka),
b.
assimilation (asimilasi),
c.
dan accomodation
(akomodasi).
Schemata: struktur-struktur
mental individu yang mengorganisir lingkungan. Skemata telah diadopsi atau
telah berubah sejalan dengan perkembangan mental dan pembelajaran.
Skemata digunakan untuk mengidentifikasi,
berproses, dan menyimpan informasi yang masuk dan dapat dipahami sebagai kateg
... Dalam sejarah, media dan teknologi memiliki pengaruh terhadap pendidikan.
Contohnya, komputer dan internet telah mempengaruhi proses pembelajaran sampai
saat ini perbedaan
Lingkungan keluarga
merupakan media pertama dan utama yang berpengaruh terhadap perilaku dalam
perkembangan anak. Tujuan pendidikan secara universal adalah agar anak menjadi
mandiri, bukan hanya dapat mencari nafkahnya sendiri, tapi juga bisa
mengarahkan dirinya pada keputusannya sendiri untuk mengembangkan semua
kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional yang dimilikinya, sehingga dapat
mengembangkan suatu kehidupan yang sehat dan produkif.
Konseling Setiap
manusia pasti berkenalan dengan masalah, konflik dan situasi/kejadian yang
tidak menyenangkan terkait dengan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
sekitar. Hal ini merupakan hal yang wajar sebagai suatu tahapan dari pengalaman
hidup dan perkembangan diri seseorang. Oleh karena itu, kita semua pasti mengalami
atau memiliki saat-saat dimana diri kita merasa down (sedih, kecewa, tidak
bersemangat, stres, depresi dll) ataupun malah sebaliknya merasa takut, cemas,
terlalu bersemangat dll.
E. Tehnik Konseling Keluarga
Jenis-Jenis Konseling Keluarga
Sayekti (1994) mengemukakan jenis-jenis konseling keluarga sebagai berikut:
1.
Diagnosis dan konseling oleh Ackerman (Ackerman’s Family Diagnosis and
Counseling).
Nothan W. Ackerman,seorang psikiatri
di New York yang secara professional telah mengembangkan dan menyebarluaskan konseling
keluarga dengan menekankan interdipendensi antara prosedur diagnosis dan
penanganan (treatment). Ia menjelaskan putusan diagnotis menentukan kejelasan
penentuan tujuan konseling dan kekhususan tekhnik yang digunakan dalam
konseling keluarga serat interview terhadap keluarga menjadi komponen essential
dalam sistem diagnosis dalam konseling keluarga.
Untuk mencapai tujuan, seorang konselor keluarga spesifik
sebagai berikut:
a. Membantu keluarga mencapai kejelasan pembatasan konflik.
b. Mendudukkan konflik pada tempat yang sebenarnya.
c. Meluruskan prasangka-prasangka rasional yang tercakup dalam konflik dengan
cara:
Ø
) Membebaskan beban yang terlalu banyak pada
seseorang sebagai anggota dalam satu keluarga.
Ø
Membebaskan beban kesedihan karena konflik dalam
keluarga, di mana seharusnyadapat saling berhubungan dengan efektif.
Ø
Mengaktifka masuknya unsur emosi yang baik ke
dalam hubungan antar anggota keluarga.
2.
Konseling keluarga secara bersama-sama oleh Safir (Safir’s Conjoint
Family Counseling).
Virgina Safir sebagai seorang ahli terapi, mempunyai ciri seorang yang
suka langsung, penuh semangat, otoriter dalam pertemuan-pertemuan dengan
anggota keluarga. Selama mengadakan pertemuan dengan keluarga, Safir memmbuat
pertanyaan lebih banyak daripada anggota keluarga. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan interaksi antar anggota keluarga. Dia melakukan semua hal ini
dengan komunikasi verbal yang sangat baik dan dengan dirinya sendiri sebagai
pusatnya.
Dalam pelaksanaan konseling, Safir menuntut suami dan istri sama-sama
hadir dalam wawancara pertama, ia menekankan pentingnya kebutuhan laki-laki dan
perempuan dalam rangka memperoleh informasi tentang masalah keluarga. Dalam
wawancara pertama, Safir mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apa yang
diinginkan keluarga tersebut dan apa yang diharapkan dari konseling dan
kemudian secara mendalam mengetahui keadaan atau sifat keluarga yang diberikan
bantuan. selanjutnyaSafir menjelaskan bahwa tiap keluarga memberikan kontribusi
yang tidak sama dengan keluarga lainnya dan terhadap kesulitannya. Hal inilah
yang perlu dimengerti oleh konselor sebelum memberikan bantuan.
Dalam membantu keluarga agar hubungannya lebih efektif, Safir menempuh
dua jalan,anatar membantu orang tua untuk mengerti anaknya dan penerimaan
timbal balik antar mereka sendiri.
3.
Konseling keluarga berdasarkan Triad (Triad’s Based Family Counseling)
Grald H. Zuk seorang ahli psikoterapi dari Philadelphia mengembangkan
konseling keluarga berdasarkan hubungan antara tiga atau lebih dalam
keluarganya, yang menurut anggapannya lebih baik daripada berdasarkan dyad yang
banyak dilakukan oleh ahli psikoanalisis. Zuk menekankan bahwa triad itu
dipakai sebagai perbaikan dari model dyad, yaitu terapi keluarga berdasarkan
hubungan tiga orang dalam keluarga:
a. antara anak - ibu - anak
b. antara anak - ayah -
anak
c. antara ayah - ibu – anak
karena kesulitan dan permasalahan keluarga tersebuit kemungkinan harus
melibatkan dua atau lebih anggota keluarga yang saling bertentangan. Dalam
mengatasi pertentangan keluarga, seorang terapis diharapkan mampu berperan
sebagai penengah dan pelerai.
4. Konseling kelompok keluarga oleh Bell (Bell’s
Family Group Counseling)
Jhon Elderkin Bell, seorang ahli psikoterapi dari California. Dalam
konselingnya memfungsikan pentingnya hubungan dalam keluarga sebagai cara untuk
memperkuat hubungan sebagai suatu kelompok. Menurut Bell tugas yang harus
segera dilakukan adalah membantu memperluas dan memperbaiki hubungan antar
anggota keluarga. Peningkatan komunikasi keluarga sebagai cara yang paling baik
untuk pemecahan masalah keluarga. Bell mengajarkan kepada keluarga untuk:
a. Sifat yang lebih
fleksibel.
b. Lebih terbuka.
c. Langsung.
d. Jelas.
e. Lebih disiplin dalam
memilih dan membentuk hubungan.
5.
Konseling tingkah laku keluarga
oleh Liberman (Behavior Counseling)
R. Paul Liberman, seorang ahli psikiater dari California telah menerapkan
teori-teori dan prosedur konseling tingkah laku dalam keluarga. Menurutnya
tugas terapis adalah:
a. Menyebutkan secara panjang
lebar mengenai tingkah laku penyesuaian yang buruk
(maladaptive behavior).
b. Memilih tujuan-tujuan yang masuk akaldari beberapa alternatif, tingkah
laku yang sesuai
(adaptive behavior).
c. Mengarahkan dan membimbing keluarga untuk merubah tingkah laku yang
tak sesuai dengan
tingkah laku yang sesuai.
Dalam penerapan teori tingkah laku ke dalam konseling keluarga, Liberman menekankan
pada tiga hal pokok:
1. Menciptakan dan memelihara
konselingyang positif dengan jalan menggunakan penguatan sosial dan
model.
2. Mendiagnosis problem-problem keluarga ke dalam
istilah tingkah laku.
3. Mengimplementasikan prinsip-prinsip tingkah
laku dari penguat dan model (contoh) dalam
hubungan interpersonal.
Liberman membedakan beberapa tingkah laku konselor yang cendrung mengecilkan
pentingnya hubungan antar konselor dan klien. Bahkan ada beberapa kritik bahwa
konseling tingkah laku cendrung menggunakan pendekatan mengajar secara mesin
(teaching machine) terhadap perubahan kepribadian.
Dalam membuat penialaian tingkah laku, Liberman menanyakan kepada tiap-tiap
anggota keluarga berturut-turut apakah dia senang melihat perubahan-perubahan
dari keluarga lain dan apakah dia menyukai dibedakannya dengan dirinya serta
perbedaan apa yang dikehendaki di lihat pada keluarga lain. Jawaban-jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan itu digunakan sebagai pedoman, sehingga dia dapat
membuat pilihan yang seksama terhadap tujuan tingkah laku yang spesifik.
Analisis tingkah laku belum selesai sesudah pertemuan pertama, tetapi harus
dilakukan secara rutin sampai problem tingkah laku mereka berubah.
Liberman menggunakan model atau permainan peranan dalam melakukan penyembuhan.
Model itu dapat dalam satu dari konselor, atau anggota keluarga. Jika model
menujukkan tingkah laku yang diinginkan berarti bantuan yang diterima positif
dan mungkin klien akan menirunya.
Dalam konseling tingkah laku mengutamakan pula adanya kesepakatan antara
pribadi, antara konselor dan anggota keluarga untuk mengubah problem tingkah
laku yang lebih sesuai. Liberman mengatakan bahwa pendekatan tingkah laku pada
konseling keluarga memerlukan keuletan tenaga dari konselor, berlainan dengan
pendekatan psikoanalisis.
6.
Konseling dampak ganda oleh Gregor
(multiple impact counseling)
Robert Ma Gregor seorang ahli psikologi, mengembangkan suatu metode untuk
menangani keluarga dengan melihat gangguan dan krisis pada masa remajanya.
Metode itu disebut multiple impact counseling yang sering disingkat dengan MIC.
MIC melibatkan
orang-orang yang ada hubungannya dengan keluarga tersebut, misalnya saudara,
tetangga, teman, dan lain-lain. Konselor pun terdiri dari bermacam-macam ahli,
yaitu ahli psikologi, psikiater, pekerja sosial, dokter dan lain-lain.
MIC mencoba menolong
klien dan keluarga melalui proses alamiah menuju keperbaiakan fungsi.
Pelaksanaan konseling dengan cara pertemuan (conference) antara konselor, klien
dan keluarganya dan orang-orang lain seperti tersebut di atas. Dalam pertemuan
terjadi wawancara dan diskusi antara konselor dengan klien dan keluarganya.
MIC dilaksanakan selama
dua setengah hari dan sering selama dua hari saja MIC telah selesai. Pertemuan,
wawancara dan diskusi dilakukan pada pagi dan sore hari secara terus menerus
selam dua hari itu.
7.
Campur tangan jaringan social
oleh Speck (social network intervention)
Ross V. Speck seorang psikiater, dengan teman-temanya telah mengembangkan
konseling keluarga. Dalam campur tangan jaringan sosial ini Speck dan
teman-temanya melibatkan seluruh saudara, teman-teman. Tetangga dari keluarga
yang bermasalah yang kelihatannya mempunyai pengaruh yang berarti bagi keluarga
itu. Caranya dengan mengadakan pertemuan di rumah keluarga tersebut, dan
melibatkan kira-kira 40 orang. Tempat pertemuan dapat juga diadakan di rumah
salah satu keluarga. Salah seorang dari mereka dapat juga diadakan dipilih menjadi
pimpinan jaringan sosial tersebut. Seorang pimpinan dibutuhkan perasaan peka
terhadap waktu, empati, perasaan akan suasana hati kelompok dan mempunyai
kharisma. Dia juga harus mempunyai kecakapan untuk memberikan kepercayaan,
bertanggung jawab dan memberikan penyelesaian yang baik terhadap anggota
jaringan.
Anggota jaringan mendapatkan
perasaan kesatuan dan pikiran yang menyenangkan seperti halnya tim pemain sepak
bola,mereka dapat melepasakan ketegangan dengan berlari, meloncat dan berteriak.
Bagi yang mengalami krisismendapat pusat perhatian dan untuk penyelesaiannya
dilakukan secara terpisah.
Sebelum diskusi jaringan
dengan keluarga, informasi yang pokok dikumpulkan untuk melengkapi konstruksi
dari strategi jaringan pada pertemuan pertama. Sebelum sidang, prosedur yang
biasanya dilakukan adalah konselor memasang tape recorder, mengumpulkan
pendapat anggota keluarga, mendengarkan desas-desus dan biasanya didapat
informasi tentang kelompok. Dalam hal ini biasanya konselor bertindak sebagai
pembantu dengan dua atau empat orang berprofesi sebagai penasehat tersebut
dalam latihan sebagai konselor jaringan, tetapi juga berprofesi sebagai
pelopor. Kepercayaan tercipta selam hubungan akrab satu persatu dengan konselor
selam sidang, mungkin setelah itu tidak ada hubungan lagi. Karena iotu
dipesankan oleh konselor untuk membentuk jaringa komuniksi secara tetap. Dalam
jaringan ini timbul perasaan baru dari para anggota dan sadar akan rasa
kebersamaan.
8.
Konseling keluarga ganda oleh Laqueur
(multiple family counseling)
H. Peter Laquer adalah seorang psikiater, ia menciptakan multiple family
counseling. Ia mengatakan bahwa konseling yang demikian telah berkembangmenjadi
kebutuhan.karena ia melihat sejumlah ketidak efisienan konselor dalm mengobati
krisis keluarga di rumah sakit-rumah sakit pemerintah tempat ia bekerja. Laquer
dan kelompoknya mulai melakukan terapi ini pada klien-klien di rumah sakit dan
keluarganya.
Dari apa yang dilakukan dan
dikembangkan oleh Laquer dan teman-temanya, maka ada kepercayaan bahwa konselor
keluarga ganda dapat memberikan perubahan dala pola-pola interaksi secara lebih
cepat dan lebih efektif dari pada yang biasa dilakukan dengan penanganan
tunggal pada keluarga.
Terutama ketika ada anggota
yang mengidap penyakit schizophrenia, konseling keluarga ganda dapat memberikan
hasil yang lebih baik dari pada konseling tunggal kepada keluarga. Laquer
percaya, karena hadirnya keluarga lain dan klien lain akan mendorong orang yang
terserang schizophrenia untukdengan lebih aktif berusaha mengenali perbedaan
diri dan kebebasannya dari pada terus menerus bertahan dalam hubungan simbiotik
kepada keluarganya yang teritama menimbulkan sakitnya itu.
Laquer juga berbicara tentang
jenis komunikasi yang sesuai untuk setiap jenis keluarga dan bahasa untuk orang
yang terkena schizophrenia. Di menemukan keluarga lain yang dapat dugunakan
sebagai perantara antara konselor dan keluarga itu, dan antara konselor dan
orang yang terkena schizophrenia serta sering juga untuk menjernihkan hubungan
antara klien itu dengan keluarganya.
Setelah memperkenalkan
konseling keluarga ganda di New York Hospital, Laquer pindah ke Vermont. Di
sana dia terus mempraktekkan konseling tersebut. Ketika ia melakukan serentak
untuk empat atau lima keluarga, dari prakteknya sendiri atau dari rumah sakit
dan klinik kesehatan mentalnya, dia menjelaskan bahwa problem mereka akan
digabungkan. Tetapi tiap-tiap keluarga harus merasa bebas apakah akan ikut
bersama-sama mengadakan pembicaraan lagi ataukah tidak setelah pertemuan
pertama. Setiap keluarga akan ditangani hanya jika tiap anggota keluarga
memerlukan bantuan.
Keluarga-keluarga itu bercampur dalam pendidikan dan latar belakang sosial
ekonominya. Laquer percaya bahwa dalam campuran yang acak itu, orang dari latar
belakang serupa akan cendrung untuk berinteraksi secara dangkal. Lain dengan
misalnya seorang anak sopir dengan seorang anak profesor. Menurut laquer dapat
membuat orang tua mereka masing-masing terlibat pembicaraan yang lebih efisien,
dibanding dengan dari orang tua yang berlatar belakang sejenis.
Keluarga yang tidak meninggalkan pertemuan pertama, biasanya suka untuk
mengikuti penangan selanjutnya. Waktu yang diperlukan untuk jenis konseling ini
adalah sekitar 12 sampai 18 bulan. Laquer melaporkan bahwa kebanyakan keluarga
itu semula tidak mengetahui mengapa mereka harus berada dalam kelompok itu dan
bagaimana dapat dibantu untuk membicarakan problem mereka dihadapan keluarga
lain dengan problemnya sendiri-sendiri pula. Kemuadian baru mendapatkan
pengertian dari pihak keluarga lain dan mendapat dukungan emosional dalam
kelompok itu, sehingga mengurangi rasa sakit daro problem yang dirasakan.
Akhirnya baru dapat menghadapai dengan tenang bahwa mereka memang telahmenyebabkan
adanya problem itu.
Laquer telah menyebutkan satu persatu meklanisme perubahan yang dia
yakini dala konseling keluarga ganda ini,
yaitu:
a.
Konseling keluarga ganda menggunakan keluarga
yang agar tidak terganggu secara co-counselor
(konselor
pembantu). Karena semua keluarga dala kelompok itu umumnya memiliki sebuah
problem, maka konseling keluarga ganda memberikan kesempatan kepada mereka
dalam kerangka kerja tersebutuntuk mengadakan komunikasi dan memperoleh
pengertian yang lebih baik. Dengan keadaan demikian satu keluarga dengan senang
hati dapat menerima keluarga yang lain dan keluarga yang lain itu dapat
berperan sebagai co-counselor dalam konseling.
b.
Laquer percaya bahwa kompetisi di antara
keluarga di dalam sistem konseling keluarga ganda ini, akan menghasilkan
perubahan yang lebih cepat dala tahap awal penanganan. Sedang kooperasi
(kerjasama) akan menimbulkan kompetisi pada tahap akhirnya.
c.
Konseling keluarga ganda akan membantu
menyebarluaskan bahwa individu anggota keluarga harus mengerti tingkah lakunya,
reaksi-reaksinya, dan tabiat-tabiatnya secara umum terhadapa orang lain dalam
lingkungannya. Konselor menggunakan konsep ini dalam mengembangkan interaksi
untuk membuat perasaan, problem-problem, dan kebutuhan orang-orang yang diobati
itu yang sebelumnya ditutp-tutupi, sehingga dengan demikian dapat ditemuaka cara
baru untuk menangani mereka.
d.
Anggota kelompok diberi kesempatan untuk
mengamati keadaan konflik yang sejenis. Untuk melihat bahwa keluarga yang lain
mempunyai problem yang dapat dibandingkan dengan problemnya.
e.
Konseling keluarga ganda seperti yang
dikatakan Laquer, memeberikan kesempatan dengan apa yang dia sebut belajar
melalui identifikasi. Dia tunjukkan bahwa orang dapat mengerti peranannya dan
mengembangkan secara efektif dengan mengamati orang lain dalam
hubungan-hubungannya. Perkawinan dapat menjadi baik setelah orang itu mengamati
perkawinan orang lain. Hubungan anak dan orang tua dapat menjadi baik setelah
melihat hubungan anak dan orang tua lain.
f.
Pengalaman konseling keluarga ganda
memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mencoba gaya tingkah laku baru.
Dapat melihat bagaimana oramng lain memnerikan kepada mereka jika mereka
beretingkah laku lain. Dalam konseling keluarga ganda ini dimana hubungan
keluarga-keluarga disatukan, klien dan anggota keluarga lain merasa dan aman
untuk membangun tingkah laku yang adaptif dibandingkan dengan keadaan dalam
konseling keluarga tunggal (hanya keluarganya sendiri).
g.
Karena adanya sifat terbuka pada akhirnya akan
membuat keluarga yang bersangkutan berbeda-beda tahap penanganannya. Ia
menyatakan bahwa orang dengan besar sintomnyadalam keanggotaan kelompok
konseling keluarga ganda ini, mengembangkan perubahan dan sikap berikutnya
dalam perubahan itu terjadi pada anggota kelompok yang lain setelah melihat
adanya tabiat yang dewasa dari model yang pertama tadi.
h. Konseling keluarga ganda memberikan kesempatan kepada konselor untuk
menggunakan tipe tingkah laku yang lebih baru, lebih realistis seperti yang
ditunjukkan oleh seorang individu atau keluargasebagai dasar untukmengarahkan
perhatian seluruh kelompok serta untuk mengajak seluruh keluarga dan individu
lain memiliki situasi yang efektif dan realistis seperti tersebut di atas.
Laquer menjelaskan bahwa kelompok konseling keluartga ganda mudah berubah
pendirian dan mudah goncang dan gagal jika konselor tidak membawanya ke dalam
situasi yang baru. Konselor harus memiliki kecakapan untukmembetulkan dengan
cepat jika terjadi kesalahan fungsi, harus ada inisiatif untuk memilih
pendekatan-pendekatan dalam situasi yang kritis.
Laquer menganjurkan perlunya evaluasi yang lebih seksama dan penelitia
selanjutnya. Dia juga menunjukkan kesimpulan sementara mengenai konseling
keluaraga ganda ini berdasarkan 600 keluarga yang mengalami konseling ini. Pada
mulanya konseling ini dapat mengurangi frekuensi dan lamanya perawatan,
sehingga potensial untuk mencegah adanya krisis berikutnya dan memungkinkan
hubungan-hubungan antar keluarga, sehingga memperbesar pengertian timbal balik
dan lebih realistis dalam memecahkan problem keluarga.
9.
Penanganan krisis oleh Langsley dan Kaplan (crisis intervention)
Donal G. Langsley adalah seorang psikiater dan David M. Kaplan adalah
ahli ilmu jiwa. Mereka mendapat pujia karena telah mengembankan suatu tindakan
penanganan awal untuk keluarga yang mengalami krisis dengan mendirikan Unit
Penanganan Keluarga di Colorado Psychiatric Hospital pada tahun 1964.
Mereka menggunakan konseling penanganan krisisdan bergaul dengan keluarga
yang memerlukan pengobatan mental dengan segera. Penanganan kedua ahli ini ke
dlam siatuasi keluarga didasarkan pada asumsi bahwa pindahnya seorang individu
dari dalam keluarga ke rumah sakit akan memperumit keadaan dan bukannya
membantu menyelesaikan.
Penempatan individu yang mengalami
kesulitan ke rumah sakit, seperti dikatakan Langsley sama dengan membiarkan
gangguan dan sebab-sebab kesulitan serta menghidarkan keluarga dari problem
itu, yang kemungkinan sekali keluarga itu sendiri ikut andil terhadap adanya
krisis tersebut. Tindakan memindahkan individu ke rumah sakit mematikan peranan
keluarga di mana mereka dapat membantu penyelesaian problem sendiri.
Penanganan krisis keluarga direncakan untuk dilakukan secara segera dan
cepat. Tujuannya adalah untuk membantu keluarga yang bersangkutan memecahkan
krisis dan jika dimungkinkan untuk membantu anggota keluarga yang memerlukan
pengobatan supayadapat kembali ke fungdinya pada tingkat adaptasi yang
dimilikinya sebelum sakit. Meskipun terapi jangka panjang sering diperlukan
individu dalam keluarga, penanganan krisis biasanya hanya berlangsung beberapa
minggu dan sekitar enam kali kunjungan (jika dilakukan kunjungan ke rumah).
Penangan terhadap krisis keluarga ini dilakukan oleh tenaga profesional yang
terampil, berkepribadian dan menguasai pengobatan filosofis.
Pada awalnya keluarga yang bersangkutan diajak menyadai sifat penanganan
jangka pendek, tetapi juga diberitahukan bahwa tim akan menangani krisis yang
ada selanjutnya (di mana biasanya tim terapis maupun keluarga tidak menghendaki
adanya krisis selanjutnya). Langsley dan Kaplan menguraikan penanganan krisis
keluarga dalam tujuh bagian:
a. Bantuan segera.
b. Penentuan krisis sebagai problem keluarga.
c. Titik pusat dari krisis.
d. Resep umum.
e. Resep khusus.
f. Identifikasi peranan konflik dan perundingan
ulang.
g. Pengelolaan krisis selanjutnya.
Berikut uraian ringkas cara penanganan krisis keluarga sesuai dengan
tujuh kategori di atas:
Pengobatan dimulai segera setelah keluarga menerima penanganan ini. Klien dan
anggota keluarga yang memerlukan bantuan dapat ditangani dalam batas waktu 24
jam. Dari kontak pertama, pikiran harus diarahkan bahwaproble itu mencakup
seluruh keluarga. Ahli yang menangani segera memanggil seluruh anggota keluarga
untuk mengadaka pertemuan pertama. Pihak-pihak lain seperti ahli agama, dokter
dan pekerja sosial yang diperlukan juga harus dihubungi dan dipersilahkan untuk
bekerja sama dengan tim konseling serta meneruskan hubungan mereka dengan
keluarga itu setelah krisis teratasi.
Dalam bagian pertama awal sekali konselor memusatkan perhatian keluarga
pada sifat spesifik dari krisi itu. Penyimpangan di dalam gambaran yang
dijelaskan oleh klien biasanya akan dibetulkan oleh anggota keluarga yang lain
terutama anak-anak yang tak dapat menyembunyikan rahasia keluarga. Hal-hal yang
disetujui dan tidak disetujui serrta penyimpangan harus jelas dalam pertemua
pertama ini, sehingga dengan segera (biasanya dala 12 jam) dapat dilanjutkan.
Informasi mengenai komposisi keluarga dan fungsi-fungsi dala keluarga
dapat diperoleh di rumah keluarga itu dan tidak dapat diperoleh di kantor
terapis. Para ahli juga percaya bahwa konselor yang berkunjung ke rumah itu
sungguh-sungguh bekerja dengan sebaik-baiknya.
Resep umum harus dibuat, tujuan konseling keluarga adalah untuk
mengurangi tingkat ketegangan dan gangguan dalam keluarga yang menyebabkan
seorang anggota keluarga itu mengalami gangguan atau sakit mental, menunjukkan
kepada keluarga bahwa psikotik simptom dari klien yang bersangkutan
mengambarkan usahanya untuk menjelaskan problem itu (di mana penjelasan
konselor itu dimaksudkan untuk ketenangan keluarga yang bersangkutan) dan untuk
mendorong tingkah laku yang lebih efektif dan adaptif. Pengobatan dengan
obat-obatan penenang juga dapat digunakan pada tahap ini untuk anggota keluarga
itu jika memang diperlukan.
Resep khusus sudah tergantung kepada keadaan/sifat krisis. Langsley dan Kaplan
dapat menghipotesiskan bahwa serangkaian peristiwa/kejadian dapat terjai karena
perubahan keseimbangan dalam keluarga (mungkin karena perubahan peranan yang
harus dilakukan oleh beberapa anggota keluarga atau perubahan keadaan dalam
memperoleh peranan baru dala keluarga, misalnya ada salah seorang anggota
keluarga yang mengalami sakit bagian tubuhnya) dan perubahan itu itidak begitu
mudah untuk dialihkan begitu saja, karena tugas-tugas dala keluarga itu harus
pula dialihkan sesuai dengan kekhususan krisis yang terjadi. Jika mungkin
tugas-tugas keluargadiaktifkan supaya peranan anggota keluarga dapat
dilibatkan, dan ini akanmembantu keluarga tersebut untuk memusatkan perhatian
pada tugas-tugas dari pada simptom dan konflik.
Selanjutnya pengobatan dilakukan untu tahap identifikasi peranan konflik
dan perundingan ulang, efek ketenangan dari dukungan emosional yang stabil,
ketentraman hati dan perasaan penuh pengharapan akan merubah pengobatan yang
harus dilakukan. Kira-kira pada pertengahan minggu ke tiga, kontak dengan
keluarga dapat dilakukan lewat telepon seperti jika mengunjungi rumah,
dilakukan untuk mulai berangsur-angsur menyadarkan anggota keluarga akan
tanggung jawabnya terhadap keluarga. Sebagai suatu unit dan melihat akibat yang
dapat terjadi dari tindakannya terhadap anggota keluarga, khususnya pasien
untuk bersama-sama anggota keluarga yang lain dapat dan berharap untuk saling
memahami. Jika pengelolaan krisis selanjutnya dilakukan, Langsley dan Kaplan
melakukan dalam jangka waktu yang panjang dan bekerja sama dengan terapis lain
atau badan-badan lain.
Pada bagian terdahulu terdahulu telah dijelaskan bahwa masalah keluarga
adalah masalah yang berhubungan atau bersumber dari komunikasi, karena segala
kebutuhan individu dapat dipenuhi melalui komunikasi. Oleh karena itu untuk
membantu memecahkan masalah klien, konselor perlu memperhatikan bagaimana
sistem komunikasi di atas dalam suatu keluarga. Komunikasi ini menyangkut
komunikasi antara ibu dan bapak (suami istri). Antara orang tua dan anak, antara
anak dan anak (kaka adik) dan antara anggota keluarga yang lainnya.
Sebagai pedoman pembinaan komunikasi dalam keluarga Cooley (dalam Suarmi, 1980)
mengemukakan beberapa hal:
a.
Pembinaan komunikasi antara suami istri.
Sesuai dengan hukum perkawinan di Indonesia, suami istri diberi hak dan
kewajiban yang sama dalammembina keluarga. Kehidupan rumah tangga maupun
pergaulan hidup bersama di masyarakat. Suami dibebani kewajiban untuk
melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluannya. Suasana keluarga
yang biasanya tercermin dalam hubungan antara ibu dan bapak sangat mempengaruhi
pendidikan anak. Suasana hubungan yang baik ditandai dengan adanya:
1) Saling pengertian
Maksudnya karena suami istri adalah dua pribadi yang tumbuh terpisah satu
dari yang lainnya dan mempunyai pengalaman waktu kecil yang berbeda, sehingga
membawa mereka kepada kepribadian, sikap jiwa dan pandangan hidup yang juga
berbeda. Sebelum hidup bersama perbedaan-perbedaan itu mungkin tidak terlihat
atau kurang berpengaruh, karena masing-masingny masih dipengaruhi oleh emosi
dan gambaran-gambaran indah yang dikhayalkan. Saling mengerti tentang
sifat-sifatnya, tingkah lakunya, kepribadiannya serta saling mengerti mengenai
latar belakang keluarganya yang membina kepribadian waktu kecil.
2) Saling menghargai.
Setiap individu membutuhkan penghargaan dan merasa kecewa apabila tidak
dihargai orang lain. Betapa banyak masalah yang terjadi disebabkan kurangnya
rasa saling menghargai, sehingga suasana rumah tangga akan menjadi tegang danhambar
serta dapat menimbulkan ketegangan dan antipati satu sama laainnya dan bahkan
dapat menimbulkan terjadinya pertengkaran yang berujung pada perceraian apabila
tidak segera terselesaikan dengan baik. Rasa penghargaan yang perlu dibina
antara lain adalah menghargai bakat dan kelebihannya serta menghargai
kekurangannya.
3) Saling cinta mencintai
Pada umumnya setiap keluraga dibentuk atas dasar saling cinta mencintai.
Dalam perkembangannya, perasaan itu ada yang bertambah dan ada juga yang
berkurang bahkan ada yangt akhirnya tanpa cinta dan akhirnya saling membenci
dan bermusuhan.
Cara mempertahankan cinta dan kasih sayang tetap kekal dan abadi sebagai
berikut:
a) Lemah lembut dalam berbicara.
b) Menunjukkan adanya perhatian kepada pasangan (suami/istri)
c) Bijaksana dalam pergaulan.
d) Menjauhkan diridari sifat egois.
e) Tidak mudah tersinggung.
f) Menentramkan bathin sendiri.
g) Menunjukkan rasa cinta kepada pasangan (suami/istri).
4) Saling menerima.
Hal ini adalah prinsip yang harus diusahakan bagai suami/istri. Menerima
keadaan diri suami/istri sebagaimana adanya dengan tulus dan jangan
berpura-pura. Karena penerimaan ini akan tercermin pada air muka, ucapan dan
tindakan. Saling menerima meliputi:
a) Saling menerima apa adanya.
b) Saling menerima kegemarannya.
c) Saling menerima keluarganya.
5) Saling mempercayai.
Modal utama kebahagiaan dalam rumah tangga adalah saling percaya. Untuk
menjamin saling percaya, hal yang perlu diperhatikan adalah percaya kepada
pribadinya dan kemampuannya, saling terbuka dan jujur. Suami/istri hendaklah
saling percaya pada kemampuannya dan hal ini perlu dibina dan dipelihara serta
dipupuk agar terjalin hubungan yang mesra dan tenang dalam rumah tangga.
Selanjutnya Prayitno (1995) menambahkan bahwa untuk membina keluarga bahagia
yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka apapun yang diusahakan
atau dikerjakan dari mencari nafkah untuk keluarga hendaklah dengan ”Ridha
Allah” sehingga tercapai kedamaian, kebahagiaan dan keselamatan dunia dan
akhirat.
b.
antara orang tua dan Komunikasi anak.
Dalam hubungan orang tua dan anak, orang tua berperan/bertugas untuk
mengembangkan kepribadian anak agar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, keluarga dan bangsanya. Melalui komunikasi orang tua
dan anak, anak banyak belajar untuk mengembangkan dirinya. Dalam proses
sosialisasi, orang tua bagi anak adalah tokoh identifikasinya dimana anak akan
menyamakan diri dan meniru cara berfikir dan bersikap dari orang tuanya.
Orang tua harus berusaha memberi kesempatan dan menyediakan tempat untuk
memperoleh pengalaman menadapat dorongan dan bimbingan agar tercapai kedewasaan
yang sempurna. Situasi kehidupan keluarga yang terutama diciptakan oleh orang
tua mempunyai arti sangat penting bagi perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaan.
Fungsi hubungan orang tua dan anak adalah:
1) Sebagai tempat membreikan perlindungan dan memberi rasan aman.
2) Sebagai tempat untuk memberikan contoh perbuatan yang baik dalam bentuk
sifat, sikp dan tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang dianut.
3) Sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial bagi
anak.
4) Sebagai tempat untuk menanamkan norma yang baik dan menyadari mana yang
buruk.
5) Sebagai tempat untuk melatih anak sebagai makhluk sosial untuk hidup
berkelompok dan bermasyarakat.
Masalah hubungan orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak. Hubungan
orang tua mempunyai peranan atau fungsi yang essential dalam pembentukan
kepribadian maupun fisik anak. Cara hidup dan berfikir orang tua pada umumnya
kadang-kadang tanpa disadari terutama pada waktu masih kanak-kanak diterima
oleh anak-anaknya. Adanya perbedaan pandangan atau konflik yang tajam antara
bapak dan ibu dapat merupakan hambatan bagi perkembangan kepribadian anak. Oleh
karenanya, kedua orang tua harus dapat menciptakan situasi yang aman dan penuh
pengertian bagi anak, sehingga anak merasa tenang dan bahagia tinggal di rumah.
Hubungan yang kurang baik antara orang tua dan anak disebabkan oleh:
a) Kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara mendidik anak. Misalnya terlalu
memanjakan anak,
penolakan anak dan terlampau menguasai
anak.
b) Orang tua kurang mengikuti perobahan kehidupan anak, terutama remaja di luar
keluarga.
c) Kurangnya penghargaan terhadap anak dan remaja.
d) Kekaburan norma-norma dalam keluarga. Orang tua tidak dapat menyesuaikan
diri dengan situasi
perubahan dala masyarakat dan merasa
bingung dengan perubahan yang terlalu cepat di masyarakat.
c.
Komunikasi antara anak dan anak.
Peranan orang tua sangat menentukan kepribadian anak dalam hubugan kakak
dan adik ini, terutama terjadi dalam hubungan dengan kasih sayang orang tua.
Dalam keluarga selalu terdapat perbedaan antara anak dengan anak yang lain,
baik dari segi umur, jenis kelamin, dan kedudukan sebagai anak pertama, kedua
dan seterusnya. Ada kemungkinan bahwa fungsi orang tua tidak dapat dijalankan
dengan normal, akibatnya kemungkinan timbul konflik bathin pada diri anak yang
merasa diperlakukan kurang baik. Untuk menghindarinya orang tua perlu berbuat
adil dan bijaksana terutama dalam pemberian kasih sayang.
Sayekti (1994) menyampaikan bahwa untuk mencapai keluarga bahagia
masing-masing anggota keluarga perlu memahami fungsi dari keluarga itu. Fungsi
tersebut, yaitunya:
)
Fungsi pengaturan seksual.
Kebutuhan seks merupakan salah satu kebutuhan
biologis setiap manusia. Dorongan seksual apabila tidak tersalurkan atau
tersalurkan tetapi tidak dibenarkan oleh norma-norma yang ada dalam masyarakat,
maka dapat berakibat negatif bagi mereka yang melakukan. Misalnya saja
kebutuhan pemuasan seks seseorang begitu memuncak padahal dia tidak mempunyai
wadah yang sah (belum kawin), maka seseorang tersebut cendrung akan melakukan
kegiatan yang sifatnya dapat memuaskan kebutuhan seksualnya.
2)
Fungsi reproduksi.
Untuk menlangsungkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa demi kesinambungan
suatu generasi manusia, keluarga merupakan penghasil/pelanjut keturunan. Dalam
hal ini keluarga berfungsi untuk menghasilkan anggota baru, sebagi penerus bagi
kehidupan manusia yang turun temurun.
3)
Fungsi
perlindungan dan pemeliharaan.
Keluarga juga berfungsi sebagai perlindungan dan pemeliharaan terhadap semua
anggota keluarga, terutama kepada anak yang masih bayi karenakehidupan bayi
saat itu sangat bergantung kepada orang tuanya. Misalnya bayi masih harus
menyusu kepada ibunya, buang kotoran masih menjadi kewajiban orang tuanya dan
kebutuhan fisik maupun psikis masih sangat tergantung kepada orang tuanya.
4)
Fungsi
pendidikan.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama, karena anak
mengenal pendidikan yang pertama kali adalah di lingkungan keluarga. Bahkan
pendidikan itu dapat berlangsung pada saat anak masih dalam kandungan. Dalam
hal ini pendidikan ditujkan kepada ibu hamil, karena saat itulah kehidupan bayi
yang masih dalam kandungan akan terpengaruh oleh pengalaman ibu yang sedang
hamil. Misalnya ibu yang sedang hamil merasa takut dan mengalami
ketegangan-ketegangan terutama pada bulan-bulan akhir dari kehamilannya, hal
tersebut akan berpengaruh terhadap bayi dalam kandungannya, karena dalam masa
kehamilan tersebut bayi sudah dapat merekam apa yang terjadi atau apa yang
dialami oleh ibu yang sedang hamil. Ketegangan, ketakutan,kegelisahan, dan
gangguan-gangguan lainnya yang menyertai si bayi dalam merekam suasana itu akan
terekam untuk selama-lamanya di dalam ingatan anak.
Pendidikan dala keluarga merupakan pendidikan kodrati. Sayekti (1994)
menyatakan bahwa pergaulan antara orang tua dan anak-anaknya yang diliputi rasa
cinta kasih, ketentraman dan kedamaian, akan menciptaan anak yang mampu
berkembang ke arah kedewasaan yang wajar. Dala keluarga, segala sikapdan
tingkah laku kedua orang tuanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
5)
Fungsi
sosialisasi.
Bemriato (1978) mengemukakan bahwa proses sosialisasi adalah:
a) Proses sosial belajar yaitu proses akomodasi dengan man individu menahan,
mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil alih cara hidup atau
kebudayaan masyarakat.
b) Dala proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide,
pola-pola dan tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat di mana
dia hidup.
c) Semua sifat dan kecakapan yang dipelajaridala proses sosialisasi itu disusun
dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.
Ø
Disfungsi Keluarga
Disfungsi keluarga adalah anggota keluarga yang tidak dapat menjalankan
fungsi sesuai dengan peran masing-masingnya. Dadang Hawari (1996) mengemukakan
bahwa keluarga adalah organisasi bio-psikososial, di mana pada anggotanya
terikat dengan satu ikatan khusus untuk hidup bersama, bukan suatu ikatan yang
sifatnya statis (kaku) dan membelenggu, namun suatu ikatan dinamis (bergerak)
yang memungkinkan para anggota keluarga itu berkembang dan tumbuh. Namun tidak
selamanya ikatan dinamis dan harmonis itu berjalan dengan baik. Tidak jarang
dalam perkembangan dan pertumbuhannya mengalami berbagai gangguan, yang
dinamakan disfungsi keluarga (keluarga yang tidak berfungsi).
Dala upaya mempelajari permasalahan keluarga tersebut, para ahli
mencoba membagi atau mengklasifikasikan mengenai berbagai gangguan atau
disfungsi keluarga.
1. Disfungsi keluarga biasa.
Dalam kategori ini setiap gangguan keluarga yang dapat merupakan
komplikasi atau variasi dari perkembangan keluarga yang biasa:
a. Keluarga terputus karena terjadi perceraian antara kedua orang tua.
b. Keluarga tunggal sebagai akibat dari perceraian atau perpisahan suami dan
istri, masing-masing
membentuk keluarga sendiri-sendiri (tidak
kawin lagi), sebagian anak ada yang ikut ayah dan sebagian
lain ikut ibu.
Catatan: ada juga single parent family, yaitu ayah dan ibu yang tidak kawin,
namun mempunyai anak angkat (adopsi) atau anak yang diperolehnya bukan dari
perkawinan.
c. Keluarga baru, satu bentukkeluarga di mana masing-masing suami/istri kawin
kembali. Permasalahan
dapat timbul karena hubungan dengan
keluarga yang lama, sebelum terjadi perceraian. Dalam bentuk
keluarga ini diperlukan kembali penyesuaian
diri dari masing-masing pihak, suami/istri atau ayah/ibu
dan anak-anaknya.
d. Keluarga tidak stabil yang berkelanjutan. Ketidakstabilan yang terjadi
karena
perpindahan, perpisahan, atau perceraian
yang berulang kali.
2.Disfungsi
perkembangan keluarga.
Dilihat dari sudut perkembangan, maka berbagai gangguan atau disfungsi yang
dapat terjadi pada keluarga adalah:
a.
Disfungsi keluarga primer. Terjadi disfungsi
anggota pasangan suami istri yang disebabkan oleh:
1)
Ketidakmampuan untuk membentuk hubungan yang rukun, cocok dan harmonis.
2) Kegagalan dalam mengadakan perjanjian dan tanggung jawab perkawinan.
3) Menunjukkan suatu perkawinan yang neurotik (gangguan kejiwaan) karena ada
harapan-harapan yang menimbulkan
konflik.
4) Kesulitan untk melepaskan diri dari keluarga asal.
B. Disfungsi keluarga sehubungan dengan kelahiran
anak, ditandai dengan:
1) Kesukaran karena perubahan peranan sebagai ayah atausebagai ibu.
2) Harapan neurotik yang dihubungkan dengan anak yang dilahirkan.
c. Disfungsi keluarga sehubungan dengan
pengasuhan anak yang ditandai dengan:
1) Kegagalan untuk menciptakan suasana psikologis yang sehat untuk keluarga
yang semakin besar.
2) Kesukaran dalam mengorganisasi keluarga sebagai suatu kelompok.
3) Kesukaran dalam menghadapi beberapa anak dengan usia yang berbeda-beda.
4) Kesukaran dalam menghadapi permasalahan kebersamaan dan perpisahan dalam
upaya mengatasi segi tiga antara ayah, ibu dan anak.
d. Disfungsi maturitas (kematangan) keluarga, di
mana anak-anak sudah besar dan ingin berdiri sendiri.
Orang tua mungkin mempunyai kesulitan untuk
melepaskan diri dari anak-anaknya yang sudah dewasa dan untuk menegakkan
kembali keseimbangankembali perkawinan mereka.
e.
Disfungsi keluarga karena
berkurangnya anggota keluarga. Hal ini terjadi manakala orang tua tidak siapuntuk
berpisah dengan salah satu anggota keluarganya. Keluarga dapat mengalami
kesukaran penyesuaian diri kembali setelah berpisah dengan salah seorang
anggota keluarganya itu.
3. Disfungsi antar
anggota keluarga.
Keluarga sebagai
suatu subsistem (ayah, ibu dan anak-anak) dapat pula mengalami berbagai
gangguan di antara anggota keluarga. Termasuk dalam kategori ini adalah
gangguan hubungan suami istri (orang tua), antara orang tua dan anak-anak,
serta antara sesama anak.
Disfungsi subsistem suami istri terjadi karena perkawinan. Sebagai individu,
suami/istri dapat berfungsi dengan baik, namun dalam bentuk perkawinan malah
terbalik. Berdasarkan sifat hubungan suami istri, maka berbagai disfungsi dapat
disebutklan sebagai berikut:
a. Disfungsi perkawinan di mana suami
istri merupakan pasangan yang saling melengkapi.
Kombinasi pasangan
tersebut ialah:
1) Dominan dan
submisif (menerima).
2) Emosional dingin
dan sangat omesional (perasa).
3) Obsesi-kompulsif
dan hysterik (lembut dan kasar).
4) Mandiri/serba kuasa
dan serba ketergantungan.
5) Sadis dan
mosochis (sering dikasiari)
b. Disfungsi perkawinan penuh konflik di mana suami istri merupakan kombinasi
dua orang yang
Kedua duanya
mempunyai kecendrungan untuk menguasai dan mengendalikan.
c. Disfungsi perkawinan di mana kedua suami istri saling menggantungkan diri,
merasa tidak
berdaya dan secara
emosional imatur (tidak dewasa).
d. Disfungsi perkawinan di mana hubungan suami istri menjadi berkurang dan
hubungan menjadi
dingin.
Perkawinan dipertahankan semata-mata karena alsan agama dan sosial.
e. Disfungsi perkawinan di mana terajadi perbedaan tanaj antara suami istri.
Terdapat perbedaan
besar dalm kepribadian, cara hidup, sistem nilai, usia, pendidikan,
pekerjaan dan sebagainya.
4. Disfungsi hubungan
orang tua anak
Dalam hal ini
permasalahan keluarga timbul karena terjadi gangguan interaksi (hubungan)
antara orang tua dan anak, yang dapat berupa:
a. Disfungsi
keluarga terjadi sehubungan dengan kondisi psikopatologis (sakit secara
psikologis)
pada ke dua orang tua.
b. Disfungsi keluarga terjadi karena adannya kondisi psikopatologis pada anak.
c. Disfungsi keluarga terjadi sehubungan dengan kondisi yang simbolik dan
bersamaan pada
psikopatologi orang tua dan anak.
d. Disfungsi keluarga terjadi sehubungan dengan adanya konflik segitiga antara ayah,
ibu dan
anak.
5. Disfungsi sesama
saudara/anak.
Terjadi
permasalahan dalam keluarga karena adanya persaingan atau perselisihan antara
satu anak dengan anak yang lain. Perselisihan antara anak-anak ini dapat
melibatkan kedua orang tua ataupun keluarga lainnya.
6. Disfungsi keluarga
sebagai kelompok.
Berbagai
permasalahan dapat timbul sehubungan dengan organisasi keluarga itu sendiri,
integrasi antar anggota, komunikasi, pembagian peran, penyelesaian tugas,
hubungan emosional, dan lain sebagainya. Termasuk dalam kategori ini adalah
sebagai berikut:
a. Keluarga yang dipimpin oleh kedua
orang tua yang imatur (tidak dewasa).
b. Keluarga yang dipimpin oleh kedua
orang tua yang perfeksionis (harus serba sempurna).
c. Keluarga di mana antara sesama
anggota keluarga tidak terdapat kepuasan satu dengan
lainnya.
d. Keluarga di mana terjadi kekacauan
peran dan fungsi antar anggota keluarga.
e. Keluarga di mana terdapat
keseimbangan yang patologis (sakit).
G. Kesimpulan
Penutup
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa Tiap keluarga akan senantiasa menghadapi berbagai
masalah,akan tetapi kemampuan untuk mengatasinya tidak terlalu memadai.
Karena itu harus ada usaha-usaha untuk memperkuat
kemampuan keluarga atau anggota keluarga dalam menghadapi berbagai
tantangan/masalah di keluarganya, baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun
dari luar.
Usaha itu harus dimulai oleh
keluarga itu sendiri atau oleh seorang
ahli yang dapat membantu mengatasi persoalan keluarga bila masalah
keluarga itu memerlukan orang lain untuk membantu penyelesaian konflik dalam
keluarga itu sendiri.
H. Penutup
Alhamdulillah puji syukur terhadap
ALLOH. SWT. Atas berkat dan hidayahnyalah saya dapat menyelesaikan makalah
tentang Konseling Keluarga ini dengan baik.
Demikian makalah saya buat denagn
sebaik-baik mungkin, dan mugkin di dalam membuat makalah ini atu menulis
makalah ini ada yang salah atau kurang jelas saya minta maaf yang sebesarnya.
Karna saya juga sebagai hamba tuhan
sebagai manusia tidaklah sempurna dan tidak luput dari kesalahan.